Senin, 25 April 2011

Indahnya merantau adalah pada saat pulang kampung

Indahnya merantau adalah pada saat pulang kampung” kalimat tersebut saya baca di sebuah status salah satu teman saya di salah satu jejaring sosial. Akhirnya dari kalimat tersebut terlahir juga inspirasi untuk menulis lagi, setelah 4 bulan tidak menulis lagi.

Pada longweekend bulan April 2011 ini saya merasakan bahagia sebagai anak perantau, yaitu pada saat menyambut liburan dan menanti waktunya kembali ke rumah. Persiapan liburan ini sudah saya lakukan satu bulan sebelumnya. Saya berusaha mendapatkan tiket kereta api Jakarta-Surabaya dengan harga murah. Alhamdulillah PT KAI berbaik hati menyediakan tiket promo untuk KA Eksekutif jalur utara dengan harga Rp 100.000,- saja, dimana tarif normalnya bisa mencapai 300ribu keatas. Saya senang adanya program itu, seolah sangat mengerti dengan keadaan kantong seorang CPNS honorer yang SK Pengangkatannya belum juga keluar, dengan kata lain saya hanya diberi honor 900rb rupiah per bulan untuk bertahan di kota Jakarta. Saya tidak mengeluh dengan keadaan itu, karena banyak teman-teman yang lain juga melakukannya dan bahkan mereka berusaha tidak meminta kedua orang tuanya.



Persiapan perolehan tiket itupun saya lakukan pada bulan Maret tepat 30 hari sebelum hari keberangkatan. Setiap pagi saya mendatangi Stasiun Gambir untuk menanyakan tentang keberadaan tiket promo. Bolak balik saya mengantri setiap pagi, hingga akhirnya saya mendapatkan tiket emas itu hohoho, tiket seharga 100rb hanya untuk 4 sheet untuk setiap kereta dan saya termasuk orang beruntung yang mendapatkannya. Ucapkan Alhamdulillah. Dengan diperolehnya tiket itu dapat dipastikan saya pulang ke Surabaya. Begitu juga sebaliknya di kota Surabaya, Abiku membelikan tiket promo tersebut untuk kepulangan saya kembali ke Jakarta karena sifat tiket itu hanya dapat dibeli di kota keberangkatan.

Pada awal minggu menjelang keberangkatan benar-benar merasa bahagia, bersemangat. Saya selalu membicarakan tentang rencana liburan masing-masing bersama teman sesama perantau. Minggu ini benar-benar semangat liburan, hari-hari terasa indah dan berharap segera mencapai akhir pekan hohoho. Kebahagian itu benar-benar aku rasakan sejak awal minggu, detik-detik menyambut hari Rabu kepulanganku ke Surabaya (kota ku tercinta, kota panas namun kemacetan masih jarang). Disana aku sudah tidak sabar untuk memeluk adikku, aku sudah tidak sabar untuk tidur di kamarku yang berwarna ungu dan dingin AC (di kost tidak ada AC, harap maklum) kemudian aku tidak sabar untuk ngandok (makan di luar) dengan Abiku.
Hari rabu pun datang, cerianya hari ini, indahnya hari ini. Euforia Rabu pagi yang indah membawa semangat dan kebahagiaan. Senyuman selalu merekah di sudut bibirku yang tebal tapi sensual ini. Hari itu pun saya mendapatkan sebuah headset dari seorang rekan di kantor. Lumayan lah untuk menemani perjalananku di kereta malam ini. Semangat itu kian menggebu, membuat saya hadir satu jam sebelumnya di stasiun dan menunggu kedatangan kereta Sembrani sampai pukul 19.30 WIB. Terasa lama sekali, karena keinginanku untuk segera sampai ke Surabayaku sudah kian menggebu. Kereta yang membawaku menemui keluargaku sampai juga dan dengan sigap saya masuk untuk menduduki kursi tarif promo itu.

Hup... saya naik dan meninjau segera lokasi saya selama 10 jam lebih kedepan. Kursi tiket dengan tarif promo, yaitu di gerbong kereta 1A dengan nomor kursi 13A. Kursinya di belakang ujung, tidak dekat jendela, dekat pintu dan toilet, namun yang namanya kereta eksekutif sudah cukup nyaman kok, asalkan tidak dapat bonus aroma terapi (bau pipis) dari toilet. Malam itu perjalanan ditempuh dengan cuaca hujan gerimis romantis, dingin, dan mengantuk. Saya selalu berkomunikasi dengan orang rumah dan seseorang yang memang selalu menunggu kehadiranku untuk disisinya (namanya dirahasiakan) karena semua juga sudah pada tahu siapa dia. Sepanjang malam saya tidur di kereta, dengan frekuensi setiap dua jam terbangun dan pipis (beser cuy). Saya pun tidur dengan memangku bawaan yang berisi Happy (laptop pink hadiah dari kekasih) sebagai upaya preventif dari pada kehilangan. Pagipun menjelang di kereta, pukul 05.00 perut ku bergejolak, bukan untuk ke belakang, tapi saya kelaparan. Hooo di Stasiun Bojonegoro saya membeli nasi pecel seharga 10rb rupiah (larang cuy) dan ga enak pula (pedes, ga asin) ketipu *lupa karena ini jalur utara jadi ga mungkin lewat Madiun yang terkenal enak dengan nasi pecelnya.

Kamis pagi yang indah akhirnya kuinjak juga bumi Surabayaku. Senangnya... Indahnya... merasakan sebuah keluarga dimana kedatanganmu sangat ditunggu, di rumah selalu ada yang menanti, dan mengharapkan kepulanganmu saat liburan. Di telpon dan di sms untuk mengetahui posisi dimana dan Abiku sudah menungguku di Stasiun Pasar Turi. Hooohoho rupanya dirinya sudah tidak sabar untuk bertemu anaknya yang gendut ini dan segera mengajak untuk andok hohoh. Abiku tetap abiku, yang selalu pelupa alias ceroboh. Abiku menjemputku menggunakan motor, tapi hanya membawa satu helm. How sweet, akhirnya pagi inipun saya menginjak bumi Surabaya dan sekaligus melanggar norma lalulintas. Saya merasa santai saja, karena ini adalah kita Surabaya, tanah kelahiran, daerah kekuasaanku, jadi bisa berkelit dan gesit untuk menghindar dari cegatan polisi. Keheranan menyelimuti pikiranku saat melihat di setiap sudut jalan terdapat banyak Polantas sepanjang perjalanan dari Stasiun Pasar Turi ke Sidotopo. Entah hari itu ada event apa, namun banyak sekali polisi yang berjaga sepanjang jalan. Setahu saya hari kamis ini adalah hari Kartini, namun apa hubungannya ama polisi, saya juga males memikirkan, yang penting saya harus sampai rumah tanpa kena tilang (titik).

Setelah dirumah saya bertemu dengan eyangku (yang memang hanya tinggal satu), mama dan pembantuku. Yap mereka semua kompak mengatakan saya tambah gendut. Olrait saya memang menggendut banget dan mungkin ini masa kegendutan maksimal yang saya capai. Dan sepertinya semua orang yang bertemu saya bilang begitu. Mama, eyang, pembantu, eh sepupu juga ikut-ikutan, tante juga. Oalahh ya wes lah. Itu tandanya saya bahagia hidup di Jakarta (pembelaan alias ngeles). Kemudian saya disambut dengan kepiting kari makanana favorit saya dan pesenan saya sejak lama. Indahnya hari itu.....

Kamis siangpun saya pergi mengunjungi sebuah plaza yang dulu menjadi lokasi tempat saya bekerja di kantor lama, yaitu di Tunjungan Plaza, saya makan siang bersama teman-teman kantor. Namun saya tidak makan disana karena saya harus menghabiskan Kepiting Kari di rumah yang dibuatkan special oleh eyang putri ku tercinta. Senangnya, nikmatnya, menikmati bagian dari kepiting kari dengan bumbu yang lezat, sedot sana sedot sini, gigit klatak, makan sumpit bersama adik. Humm.... baiti jannati (rumahku memang surgaku). Terimakasih eyangku tersayang yang sudah membuatkan makanan favoritku. I love you so much. Kegiatan siang itu tidak lupa aku isi dengan berkelana di Surabaya yang panas itu dengan menjemput adikku dan membeli minuman favorit kita saat dulu yaitu es Sadel Coklat (Sari Kedelai) di Taman Prestasi.
Rencana liburanku memang sudah dipersiapkan oleh keluargaku, bahkan abiku sampai menyewa mobil supaya aku bisa jalan-jalan keluar kota untuk hari Jumat besok. Dan malam itu saya menjemput kedatangan hunba bersama keluargaku. Kami berencana hanya jalan-jalan dan mencari angin eh malah menjemput kedatangan hunba. Yeah manis sekali, kami sekeluarga menjemput nya di Purabaya. Indahnya malam itu saya bisa berkumpul dan bercengkrama dengan orang-orang terkasih. Kami membeli makan malam dan akhirnya pulang kerumah. Yeah karena terlalu malam dan besok kami harus berangkat pagi, akhirnya hunba menginap di rumahku. Asikkkk.....

Hari Jumat kami sekeluarga plus hunba pergi ke Pacet untuk menikmati liburan. Pacet yang dingin dan romantis benar-benar suasana yang mendukung untuk mengusir kepenatan ibukota. Adanya pemandangan gunung, pematang sawah dan udara yang sejuk mampu menghilangkan kestressan yang biasanya lahir karena ibukota yang suram itu. Hujan rintik kemudian disusul hujan deras kina menambah dinginnya udara. Saya tetep merasa hangat karena ada orang terkasih yang selalu disisi saya. Bahkan sempet saya berjalan dengan menggandeng dua tangan lelaki yang saya cintai, sisi kiri tangan abiku, sebelah kanan tangan hunba. Menyenangkan sekali bukan.

Disana saya bertemu dengan mantan pembokat saya yang memang tinggal di daerah Pacet dan sekitarnya. Saat itu saya menemukan lagi kebesaran Allah. Dengan judul “Gusti Allah mboten sare”. Dulu saat saya SMP, si Pembokat ikut bekerja di rumah saya. Saya punya kaos warna ungu kesukaan saya, dan kaos itu raib menghilang padahal baru sekali saya pakai. Waktu itu dalam pikiran saya sudah curiga dengan menghilangnya kaos itu, pikiran buruk menghiasi otak saya. Namun seiring berjalannya waktu saya melupakan itu, namun saya masih ingat benar modelnya (namanya juga yang pernah punya kaos itu). Eh saat saya berjumpa kembali dengan si pembokat, dengan senangnya dia mengenakan kaos ungu kesayangan saya itu. Bagusss... manis sekali. Yeap saya sekarang sudah ikhlas dengan menghilangnya kaos itu, dan sekarang saya sudah tahu keberadaan kaos itu. Yeah, hal yang sama juga terjadi dengan beberapa barang saya yang hilang saat itu, seperti baju-baju yang lain dan kaca mata renang saya. Huf...

Hari itu dilanjutkan dengan memancing di tempat favorit saya dan hunba, yaitu di “Sumonggo Pinarak”. Saya sudah tiga kali mengunjungi pemancingan dan lesehan itu. Pertama dengan hunba berdua saja, kemudian dengan teman-teman Forsam (organisasi saat kuliah), ketiga ini bersama keluarga+hunba. Menyenangkan sekali bukan. Maunya mancing malah ga dapet ikan sama sekali. Si hunba mengajak untuk memancing di kolam kecil, tapi saya menolaknya. Itu mah untuk kelas beginner. Yeaps dan benar, ternyata si Nene (adik saya) dan Sabrin (keponakan saya) memancing disana mendapatkan 5 ekor ikan tombro besar besar. Abiku pun ikut2an mancing. Yeaps hasilnya kami harus makan banyak ikan (mabok ikan). Sumpah parah parah parah *nyerah ga bisa berdiri.



Hari sabtu saya melewatkan waktu bersama kekasih full. Dari pagi kami sarapan bareng, karaoke, main ke tempat sodara dia, makan bakso favorit saat kuliah, mengenang sepanjang perjalanan melawati kampus tersayang, dan makan nasi bebek sepiring berdua. Sempet sebel juga sih sore itu. Seseorang yang selama ini dipercaya ternyata sms-an dengan perempuan lain, terus ketahuan. Manis sekali bukan? Hmmmm hubungan jarak itu dibina dengan kepercayaan, tapi sepertinya terancam rusak. Ya sudahlah soal itu saya tidak mau membesarkan sesuatu yang tidak layak untuk dijadikan masalah. Saya akan menata yang lain yang jauh lebih penting dari itu.
Setelah itu ini adalah saat – saat paling menyedihkan, malam terakhir aku di Surabaya. Menyedihkan sekali. Perasaan yang dari semua-muanya bersama, besok saya harus kembali ke Jakarta dan melakukan semua-muanya sendiri lagi. Ga enak banget rasanya. Yang sudah bisa makan bareng mama-abi-nene sekarang harus sendiri lagi. Yang bisa kemana-mana bareng sekarang harus sendiri lagi. Ga enak banget. Malam itu menjadi malam perpisahanku dengan hunba. Sekali lagi saya merasa lelah merasakan tidak nyamannya masa peralihan ini. Sesek banget rasanya di dada #edisi curhat disisipkan. Hihihih....

Minggu pagi saya kembali ke Jakarta dengan segala perlengkapan dan oleh-oleh yang disiapkan oleh sang mamaku tercinta. Kepergiankupun diantar oleh formasi lengkap. Semua keluargaku dan hunba. Hiks... melow banget suasana waktu itu. Yeah saya memang harus kembali ke Jakarta. Cuaca hari itu mendung, semendung hatiku yang mungkin adalah menangis karena meninggalkan yang aku cintai di Surabaya.

Perjalanan kembali ke Jakarta, saya mendapat tiket promo lagi. Tempat duduk saya kali ini lebih eksklusif, hanya ada satu bangku dan tidak ada sebelah saya. Gerbong 3 nomor 1A. Bagus lah aman tentram jaya. Saya isi kegiatan di kereta dengan menulis blog ini dan menonton film di laptop. Menyenangkan sekali bukan (terlepas dari kesedihan melepaskan semua yang saya cintai).

Jika membaca-baca lagi tulisan diatas saya jadi teringat bahwa saya seperti anak SD yang menceritakan bagaimana liburan sekolah nya. Ah... senang sekali, memang itu kebahagiaan yang aku rasakan. Cerita diatas menggambarkan tentang pengorbanan yang harus ada dalam mencapai sesuatu dalam hidup. Saya rela meninggalkan kebahagiaan saya disini untuk berjuang di ibukota #berjuang jare. Ya begitulah kisah saya, bahwa ketika kita ingin meraih sesuatu kita harus mau meninggalkan comfortzone yang kita punya selama ini. Sekian dari saya untuk dibagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar