Rabu, 21 Oktober 2009

Pengadaan Hak Atas Tanah untuk Kepentingan Umum part.2

Masih dalam Perkuliahan Prof.Eman Ramelan
October 6, 2009, Tuesday

Pasal 37 PP No.24/1997
mensyaratkan ada akta PPAT dalam Jual beli tanah tapi tidak harus/ bukan wajib  ini hanya untuk pembuktian saja.

Dalam hukum adat

Jual Beli tanah itu merupakan “kontante handeling” maksudnya : Jual Beli itu terjadi saat adanya penyerahan uang kontan/tunai dan dilakukan secara terang. Pokoknya harus ada dua unsur ini. Maka akan terjadi secara hukum peralihan hak milik terjadi bersamaan dengan Jual Beli/pembayaran kontan.

Dibandingakan dengan 1458 BW
- Perjanjian jual beli lahir saat sejak adanya kata sepakat  maka lahirlah jual beli/perjanjian tersebut.
- Tapi hak milik beralih saat terjadinya levering.
- Jadi tidak terjadi secara bersamaan.
Walaupun mungkin hanya dalam hitungan detik. Dan ini sangat berpengaruh terhadap resiko. Karena ada beda waktu terjadinya jual beli dengan levering (beralihnya hak milik) resikonya diatur di 1460 BW; 1466 BW; 1463 BW
Jadi ada perbedaan onsep antara Jual beli tanah BW dengan Jual Beli tanah hukum adat

Hukum Adat
1. Tunai
2. Terang

Tunai :
Adanya pembayaran kontan, nyata  tidak harus lunas. Maka ketika pembayaran nya kurang dari harga yang telah disepakat, asalkan disepakati  maka sudah bisa mengalihkan hak milik.
Contoh :
Tanah di beli 5 juta, dibayar 2 juta duu  Hak milik berpindah meskipun kurang 3 juta. Kekurangan 3 juta ini tidak masuk dalam ranah hukum JUAL BELI hukum adat tadi, tapi masuk ranah hukum utang piutang di BW. Dan jika pembeli tidak mebayar 3 juta itu, maka tidak bisa dijadikan dasar oleh penjual untk membatalkan JUAL BELI tersebbut. Alasannya  karena Hak milik telah beralih

Terang
Pelaksanaan JUAL BELI harus dilaksanakan di depan KAdes atau Kepala Adat. Disini KAdes atau Kadat tidak hanya sebagai saksi tapi juga sebagai penjamin.  maksudnya penjamin/ikut menjamin kalau Subjek JUAL BELI tanah tersebut telah  mampu, cakap, memenuhi syarat materiil untuk melakukan Jual Beli tanah, terus SUbjek dan Objeknya.

PIJB (Perjanjian Ikatan Jual Beli) Tanah,
Isu Hukum:
Apakah perlu dalam konsep hukum Adat???
PIJB dengan hukum Barat, dalam PIJB ini syarat formal untuk melakukan Jual Beli itu belum terpenuhi. Contoh : Harganya belum terbayar lunas, tanah yang dijadikan objek itu belum terdaftar, atau masih dalam hak tanggungan.
Jadi tanah tersebut dijual, gag pake PPAT, langsung dibentuk dalam Perjanjian IJB, yang di dalamnya pun termuat klausula bisa mengalihkan tanah tersebut ke pihak lain.
JADI KESIMPUANNYA dalam Jual beli Hukum adat tidak memerlukan PIJB, karena dengan membayar separuh saja sudah bisa mngalihkan hak milik.
Dalam PIJB sering kali dijadikan penyelundupan pajak, karena gag pake PPAT yang kalo ngurus di PPAT ada pajaknya.

CARI :
1.Apakah PIJB esensinya di BW sama gag dengan Jual Beli uang panjer menurut hukum adat?
2.Apakah pengadaan tanah skala kecil menurtu Pasal 20 PP No.36/2005 bisa dijadikan instrument atau sebagai alat pengadaan tanah /Jual Beli yang dibuat oleh pemerintah?
Tidak bisa, ini terbentur dengan subjek dari instansi pemerintah yang tidak bisa menjadi pemegang hak milik dalam tanah skala kecil.

Jual Beli susah dilakukan untuk penadaan tanah skala kecil, karena pemerintah tidak bisa jadi subjek pemegang hak milik (kan pasal 26 ayat 2 UUPA)  batal demi hukum kalo itu dilakukan. Jadi PPAT harus menolak kalo ada pemerintah yang melakukan JB tanah hak milik.

TUKAR MENUKAR
Tukar Menukar :
- Tukar menukar tidak tunduk pada buku 3 BW
- Tukar menuka merupakan bentuk penyerahan hak atas tanah untuk selamanya kepada pihak lain dengan syarat :
Yang bersangkutan akan menerima sebidang tanah yang sejenih dari tanah yang diserahkan (barang sejenis)

Nah kalo tukar menukar Hak Milik, ya pemerintah gag bisa jadi pemegang Hak mIlik suatu tanah. Sama kayak JB diatas.
Contoh
- UNAIR  punya hak pakai atas tanah, terus ada PT X mau menguasai hak itu  tidak bisa langsung, tapi harus ijin dulu terhadap Men Keu, soalnya tanah itu asset gara. Mekanisme nya jelas berbeda dengan pengadaan atas tanah .
- Jika langsung disetujui dan langsung diserahkan oleh UNAIR maka UNAIR bisa kena penggelapan tanah milik Negara
- Kalo sudah dijinkan dengan MenKeu dan disetujui maka para pihak harus dilihat dulu apakah kesesuaian antara objek dengan subjek hak atas tanah. Jadi kalo dilihat tenrnyata wah gag sesuai maka cara yang digunakan adalah Pelepasan HAK.
- Instansipemerintah  tanah yang dimilikinya berstatus HAK PAKAI PUBLIK. Hak nya hanya bisa menggunakan  tidak bisa mengalihkan hak, berarti tidak boleh menjaminkan hak tanggungan dengan tanah hak pakai public ini.
- Kalau HAK PAKAI PRIVAT baru bisa dialihkan.

Jadi TUKAR MENUKAR :
- tidak bisa dijadikan instrument untuk perolehan hak dalam pengadaan tanah dalam skala kecil
- Tukar Menukar punya karakter yang berbeda dengan beslag (tukar guling)


Cara lain yang disepakati  diatur dalam pasal 56&57 Peraturan KBPN No.65/2006
Pasal 57 Peraturan KBPN No. 65/2006 menyatakan bahwa untuk tanah yang belum terdaftar dilakukan dengan penyerahan hak

Pasal 60 Peraturan KBPN No. 65/2006  ini menandakan bahwa Pengadaan Hak Atas Tanah skala kecil, kalo pake panitia  diatur dalam BAB IV  atau sama dengan Pengadaan Hak Atas Tanah dalam skala luas.

Pengadaan tanah skalakecil, bisa (artinya boleh milih):
- Pake panitia  ikut yang skala luas
- Tanpa panitia 
Tapi dalam memilih pake atau gag nya bantuan panitia tidak ada syaratnya. Yah pastinya pemerintah akan lebih prefer ke minta bantuan panitia lah.
Tapi ati 2 lhu  kalo pake panitia  berarti kan ikut skala luas  dimungkinkan dengan adanya Pencabutan HAk Atas Tanah. BAHAYA!!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar